Pura Besakih dan Pura Batur di Kintamani adalah pura yang tergolong Pura Rwa Bhineda. Pura Besakih sebagai Purusa dan Pura Batur sebagai Pradana. Pura Catur Loka Pala adalah Pura Lempuhyang Luhur di arah timur Bali, Pura Luhur Batukaru arah barat, Pura Andakasa arah selatan dan Pura Pucak Mangu arah utara. Pura yang didirikan berdasarkan konsepsi Sad Winayaka ini umumnya disebut Pura Sad Kahyangan.
Tidak kurang dari sembilan lontar menyatakan adanya Pura Sad Kahyangan. Namun setiap lontar menyatakan pura yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan pada zaman dulu di Bali ada sembilan kerajaan dan sekarang dibagi menjadi 7 kabupaten, 1 kota madya, 1 propinsi. Tiap-tiap kerajaan memiliki Sad Kahyangan-nya masing-masing. Ada yang sama dan ada juga yang tidak sama.
Pura Sad Kahyangan yang dinyatakan dalam Lontar Kusuma Dewa itu adalah Sad Kahyangan saat Bali masih satu kerajaan. Pura Luhur Uluwatu adalah salah satu pura yang dinyatakan sebagai Pura Sad Kahyangan dalam Lontar Kusuma Dewa dan juga beberapa lontar lainnya. Pura Luhur Uluwatu itu juga dinyatakan sebagai Pura Padma Bhuwana yang berada di arah barat daya Pulau Bali.
Arah barat daya itu dalam sistem pengider-ider Hindu Sekte Siwa Sidhanta adalah Dewa Siwa Rudra. Dalam konsep Siwa Sidhanta, Dewa Tri Murti itu adalah manifestasi Siwa sebagai sebutan Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi dalam konsep Waisnawa, Tri Murti itu adalah perwujudan Maha Wisnu.
Dalam Rgveda I, 164. 46 dinyatakan bahwa Tuhan itu mahaesa para Wipra atau orang-orang suci menyebutnya dengan banyak nama. Jadinya Pura Luhur Uluwatu itu adalah Pura Kahyangan Jagat yang didirikan berdasarkan konsepsi Sad Winayaka dan konsepsi Padma Bhuwana. Sebagai Siwa Rudra berkedudukan untuk membumikan purusa wisesa dari Dewa Tri Murti agar umat tertuntun melakukan dinamika hidupnya berdasarkan Tri Kona yaitu kreatif menciptakan sesuatu yang sepatutnya diciptakan.
Kreatif memelihara dan melindungi sesuatu yang seyogianya dipelihara dan dilindungi. Demikian juga melakukan upaya pralina pada sesuatu yang seyogianya dipralina. Siapa pun yang dapat hidup seimbang berbuat berdasarkan konsep Tri Kona itu dialah orang yang hebat karena sukses dalam hidupnya. Karena itulah Tuhan di Pura Luhur Uluwatu dipuja sebagai Dewa Siwa Rudra. Kata Rudra dalam bahasa Sansekerta artinya hebat atau bergairah.
Keberadaan Pura Luhur Uluwatu ini sejak abad XVI Masehi ada terkait dengan tirthayatra Dang Hyang Dwijendra. Setelah itu didirikanlah Meru Tumpang Tiga di Pura Luhur Uluwatu sebagai pemujaan Dewa Siwa Rudra di mana aspek Brahma dan Wisnu juga terkait menjadi energi magis religius dalam pemujaan Siwa Rudra di Meru Tumpang Tiga. Meskipun kedatangan Dang Hyang Dwijendra memperluas tempat pemujaan di Pura Luhur Uluwatu bukan berarti apa yang telah ada harus ditinggalkan begitu saja.
Di sebelah kiri sebelum masuk pintu Candi Bentar tersebut terdapat kompleks pelinggih yang disebut Dalem Jurit. Di Pura Dalem Jurit inilah terdapat tiga patung Tri Murti yang merupakan tempat pemujaan Siwa Rudra ketika Mpu Kuturan mendirikan pura tersebut abad ke-11 Masehi. Dari Dalem Jurit kita terus masuk melalui Candi Bentar.
Di jaba tengah ini kita menoleh ke kiri lagi ada sebuah bak air yang selalu berisi air meskipun musim kering sekalipun. Hal ini dianggap suatu keajaiban dari Pura Luhur Uluwatu. Sebab, di wilayah Desa Pecatu adalah daerah perbukitan batu karang berkapur yang mengandalkan air hujan. Bak air itu dikeramatkan karena keajaibannya itu. Keperluan air untuk bahan tirtha cukup diambil dari bak air tersebut.
Dari jaba tengah ini kita terus masuk melalui Candi Kurung Padu Raksa bersayap. Candi ini ada yang menduga dibuat pada abad ke-11 Masehi karena dihubungkan dengan Candi Kurung bersayap yang ada di Pura Sakenan. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Candi Kurung bersayap seperti ini ada di Jawa Timur peninggalan purbakala di Sendang Duwur dengan Candra Sengkala yaitu tanda tahun Saka dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuna sbb: Gunaning salira tirtha bayu, artinya menunjukkan angka tahun Saka 1483 atau tahun 1561 Masehi.
Candi Kurung Padu Raksa bersayap di Sendang Duwur sama dengan Candi Kurung Padu Raksa di Pura Luhur Uluwatu. Dengan demikian nampaknya lebih tepat kalau dikatakan bahwa Candi Kurung Padu Raksa di Pura Luhur Uluwatu dibuat pada zaman Dang Hyang Dwijendra yaitu abad XVI. Karena Dang Hyang Dwijendra-lah yang memperluas Pura Luhur Uluwatu.
Setelah kita masuk ke jeroan (bagian dalam pura) kita menjumpai bangunan yang paling pokok yaitu Meru Tumpang Tiga tempat pemujaan Dewa Siwa Rudra. Bangunan yang lainnya adalah bangunan pelengkap saja seperti Tajuk tempat meletakkan upacara dan Balai Pawedaan tempat pandita memuja memimpin upacara. Upacara piodalan atau sejenis hari besarnya Pura Luhur Uluwatu pada hari Selasa Kliwon Wuku Medangsia atau setiap 210 hari berdasarkan perhitungan kalender Wuku.
Pura Luhur Uluwatu memiliki wilayah suci dalam radius kurang lebih lima kilometer. Wilayah ini disebut wilayah Kekeran, artinya wilayah yang suci. Yang patut kita perhatikan adalah melindungi wilayah yang disebut sebagai wilayah kekeran. Hendaknya semua pihak menghormati wilayah kekeran tersebut untuk menjaga agar jangan ada bangunan yang tidak terkait dengan keberadaan Pura Luhur Uluwatu itu.
Wilayah kekeran itu hendaknya dijaga agar tetap hijau dengan tumbuh-tumbuhan yang khas Bali. Boleh dikreasi sepanjang untuk mengembangkan tumbuh-tumbuhan hutan dengan tanem tuwuh-nya, sehingga wilayah kekeran itu benar-benar asri dan juga suci tidak dijadikan pengembangan pasilitas yang lainnya. Lebih-lebih berdasarkan Bhisama Kesucian Pura di Pura Kahyangan Jagat seperti Pura Luhur Uluwatu ini harus dijaga tidak boleh ada bangunan di luar fasilitas pura dengan radius apeneleng — sekitar lima kilometer — harus steril dari bangunan yang tidak ada hubungannya dengan keberadaan Pura Luhur Uluwatu.
Sumber : http://ka-nia.com/
0 Komentar untuk "Pura Luhur Uluwatu sebagai Kahyangan Jagat"